Translate

Kamis, 29 Maret 2012

update tgl 29 - 3 - 12 s/d 4 - 4 - 12

21-8-12
1.                              keraguan (vicikicchā)
2.                              kemelekatan pada ritual dan kebiasaan (sīlabbata-parāmāso)
3.                              Menurut Kanon, tiga belenggu-belenggu telah diberantas oleh para pemasuk-arus dan kembali-sekali.

Daftar sepuluh belunggu menurut Abhidhamma Pitaka

4.                              Kitab Dhamma Sangani dalam Abhidhamma Pitaka (Dhs. 1113-34) menyediakan daftar lain mengenai sepuluh belenggu, daftar ini juga ditemukan dalam Culla Niddesa kitab Khuddaka Nikaya (Nd2 656, 1463) dan pada komentar-komentar Kanon Pali. Penomorannya adalah:[21]
5.                              nafsu sensual (Pali: kāma-rāga)
22-8-12
1.                              kemarahan (paṭigha)
2.                              kesombongan (māna)
3.                              pandangan-pandangan (diṭṭhi)
4.                              keraguan (vicikicchā)
5.                              kemelekatan pada kebiasaan dan ritual (sīlabbata-parāmāsa)
23-8-12
1.                              nafsu akan keberadaan (bhava-rāga)
2.                              kecemburuan (issā)
3.                              keserakahan (macchariya)
4.                              kebodohan (avijjā).
5.                              Komentar menegaskan bahwa pandangan-pandangan, keraguan, kemelekatan pada kebiasaan dan rituas, kecemburuan dan keserakahan keluar dari tahapan pertama akan Kesadaran (sotāpatti); nafsu sensual yang kotor dan kemarahan pada tingkatan kedua (sakadāgāmitā) dan bahkan bentuk halus serupa pada tingkatan ketiga (anāgāmitā); dan kesombongan, nafsu akan keberadaan dan kebodohan pada tahapan keempat dan akhir (arahatta).
24-8-12

1.                              Belenggu-belenggu yang berhubungan dengan rumah tangga

2.                              Secara khusus, Sutta "Potaliya" (MN 54), mengenal delapan belenggu-belenggu (termasuk tiga dari Lima Ajaran) yang mana mengabaikan "menyebabkan pemutusan hubungan" ("lead[s] to the cutting off of affairs") (vohāra-samucchedāya saṃvattanti): menghancurkan kehidupan (pāṇātipāto); mencuri (adinnādānaṃ); ucapan salah (musāvādo); fitnah (pisunā); iri hati dan keserakahan (giddhilobho); kebencian (nindāroso); kemarahan dan kebencian (kodhūpāyāso); dan kesombongan (atimāno)
3.                              Belenggu individual
4.                              Belenggu-belenggu berikut merupakan tiga belenggu pertama dalam daftar sepuluh belenggu yang terdapat di Sutta Pitaka sebagaimana disebutkan terdahulu, dan daftar Sagīti Sutta dan Abhidhamma Pitaka akan "tiga belenggu" (DN33, Dhs. 1003 ff). Sebagaimana dijelaskan dibawah, pemberantasan tiga belenggu-belenggu ini merupakan petunjuk kanonikal akan seseorang yang berada pada jalur pencerahan
Pandangan identitas (sakkāya-diṭṭhi)
5.                              secara etimologi, kāya berarti "tubuh", sakkāya berarti "tubuh fisik", dan diṭṭhi berarti "pandangan" (seringkali menunjuk kepada pandangan salah, dalam agama Buddha, sebagaimana dicontohkan dalam tampilan tabel berikut).
25-8-12
1.      Secara umum, "percaya akan keberadaan diri sendir" atau, lebih ringkasnya, "pandangan diri" merujuk kepada "kepercayaan bahwa dalam satu khanda atau lainnya terdapat entitas permanen, sebuah attā".[23]
2.      Sama halnya, dalam MN 2,Sabbasava Sutta, Buddha menjelaskan "belenggu akan pandangan" dalam bentuk berikut:
"Pandangan" oleh Enam Samana
dalam Kanon Pali

(berdasarkan Sāmaññaphala Sutta1)
Pertanyaan: "Apakah mungkin untuk menunjukkan
buah kehidupan tafakur, terlihat disini dan saat ini?"1
pandangan (diṭṭhi)
Amoralitas: menolak segala penghargaan atau
hukuman baik untuk perkara baik maupun buruk.
Fatalisme: kami tidak memiliki kekuatan;
penderitaan adalah sesuatu yang telah ditakdirkan.
Materialisme:
dengan kematian, segalanya musnah.
Keabadian: Permasalahan, kesenangan, sakit dan
jiwa adalah abadi dan tidak saling berinteraksi.
Pengendalian diri: terberkati dengannya, dibersihkan olehnya
dan diliputi dengan menghindari segala bentuk kejahatan.2
Agnostisisme: "Saya pikir tidak juga. Saya tidak berpikir
demikian pula. Saya tidak berpikir tidak atau bukan tidak."
Notes:
1. DN 2 (Thanissaro, 1997; Walshe, 1995, pp. 91-109).
2. DN-a (Ñāṇamoli & Bodhi, 1995, pp. 1258-59, n. 585).
3.      "Demikian lah bagaimana [seseorang dengan pandangan salah] hadir dengan tidak sesuai: 'Siapakah saya di masa lalu? ... Bagaimana saya di masa mendatang? ... Saya kah? Tidakkah saya? Apa saya? ...'
4.      "Sebagaimana ia hadir dengan tidak sesuai, satu dari enam jenis pandangan timbul dalam dirinya: ...
5.      "As he attends inappropriately in this way, one of six kinds of view arises in him: ... 'Saya memiliki jiwa...'
26-8-12
1.      'Saya tidak memiliki jiwa...'
2.      'Justru karena pengertian akan jiwa saya mengartikan jiwa...'
3.      'Justru karena pengertian akan diri saya mengartikan tanpa-jiwa...'
4.      'Justru karena pengertian akan tanpa-jiwa, saya mengartikan jiwa...'
5.      'Ini adalah jiwa saya sesungguhnya ... adalah jiwa milik saya yang senantiasa...'
                    27-8-12
1.                              "Hal ini disebut juga semak-belukar mengenai pandangan, sebuah hutan belantara mengenai pandangan, pemutar balikkan mengenai pandangan, geliatan akan pandanggan, sebuah belenggu mengenai pandangan. Terikat oleh belenggu mengenai pandangan, yang awam ... tidak terbebaskan, Saya menyampaikan kepada mu, dari penderitaan & tekanan."

Keraguan (vicikicchā)

2.      Pada umumnya, "keraguan" merujuk kepada keraguan mengenai ajaran Buddha, Dhamma. (Pengajaran setara lainnya ditampilkan pada tabel di sebelah kanan.)                                                                                     
3.                              Lebih jelasnya, dalam SN 22.84, Tissa Sutta, Buddha dengan tegas memperingatkan terhadap ketidakpastian mengenai Jalan Utama Berunsur Delapan, yang dijelaskan sebagai jalur yang tepat menuju Nibbana, memimpin seseorang melewati kebodohan, nafsu indria, kemarahan dan keputusasaan.

Kemelekatan akan kebiasaan dan ritual (sīlabbata-parāmāso)

4.                              Sīla merujuk pada "perilaku moral", vata (atau bata) untuk "tugas keagamaan, ketaantan, tata cara, pelaksanaan, kebiasaan,"  dan parāmāsauntuk "menjadi terikat kepada" atau "penularan" dan memiliki konotasi akan "penyalahgunaan" Dhamma.  
5.                              Keseluruhan, sīlabbata-parāmāso diterjemahkan menjadi "penularan pengaruh buruk akan peraturan dan ritual, kecanduan akan pekerjaan baik, khayalan bahwa hal tersebut cukup" atau, lebih sederhananya, "jatuh kembali kepada kemelekatan akan pedoman dan peraturan."

Selasa, 27 Maret 2012

mangala sutta

MANGALA SUTTA (Sutta tentang Berkah Utama)


EVAMME SUTAM,
EKAM SAMAYAM BHAGAVA, SAVATTHIYAM VIHARATI, JETAVANE ANATHAPINDIKASSA ARAME. ATHA KHO ANATHARA DEVATA, ABHIKKANTAYA RATTIYA ABHIKKANTAVANNA KEVALAKAPPAM JETAVANAM OBHASETVA. YENA BHAGAVA TENUPASANKAMI, UPASANKAMITVA BHAGAVANTAM ABHIVADETVA EKAMANTAM ATTHASI, EKAMANTAM THITA KHO SA DEVATA BHAGAVANTAM GATHAYA AJJHABASI:

Demikianlah telah kudengar :
Pada suatu ketika Sang Bhagava menetap di dekat Savatthi, dihutan Jeta di Vihara Anathapindika. Maka datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya yang cemerlang menerangi seluruh hutan Jeta menghampiri Sang Bhagava, menghormat Beliau lalu berdiri di satu sisi. Sambil berdiri disatu sisi, dewa itu berkata kepada Sang Bhagava dalam syair ini :

BAHU DEVA MANUSSA CA
MANGALANI ACINTAYUM
AKANKHAMANA SOTTHANAM
BRUHI MANGALAMUTTAMAM

ASEVANA CA BALANAM
PANDITANANCA SEVANA
PUJA CA PUJANIYANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PATIRUPADESAVASO CA
PUBBE CA KATAPUNNATA
ATTASAMMAPANIDHI CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

BAHUSACCAN CA SIPPAN CA
VINAYO CA SUSIKKHITO
SUBHASITA CA YA VACA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

MATAPITU UPATTHANAM
PUTTADARASSA SANGAHO
ANAKULA CA KAMMANTA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

DANANCA DHAMMACARIYA CA
NATAKANANCA SANGAHO
ANAVAJJANI KAMMANI
ETAMMANGALAMUTTAMAM

ARATI VIRATI PAPA
MAJJAPANA CA SANNAMO
APPAMADO CA DHAMMESU
ETAMMANGALAMUTTAMAM

GARAVO CA NIVATO CA
SANTUTTHI CA KATANNUTA
KALENA DHAMMASAVANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

KHANTI CA SOVACASSATA
SAMANANANCA DASSANAM
KALENA DHAMMASAKACCHA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

TAPO CA BRAHMACARIYANCA
ARIYASACCANA DASSANAM
NIBBANASACCHIKIRIYA CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PHUTTHASSA LOKADHAMMEHI
CITTAM YASSA NA KAMPATI
ASOKAM VIRAJAM KHEMAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

ETADISANI KATVANA
SABBATTHAMAPARAJITA
SABBATTHA SOTTHIM GACCHANTITAN
TESAM MANGALAMUTTAMAM` TI.

�Banyak Dewa dan manusia
Berselisih paham tentang berkah
Yang diharapkan membawa keselamatan;
Terangkanlah, apa Berkah Utama itu ? �

�Tidak bergaul dengan orang yang tidak bijaksana
Bergaul dengan mereka yang bijaksana.
Menghormat mereka yang patut dihormat ,
Itulah Berkah Utama

Hidup di tempat yang sesuai
Berkat jasa-jasa dalam hidup yang lampau
Menuntun diri ke arah yang benar
Itulah Berkah Utama

Memiliki pengetahuan dan keterampilan
Terlatih baik dalam tata susila
Ramah tamah dalam ucapan
Itulah Berkah Utama

Membantu ayah dan ibu
Menyokong anak dan isteri
Bekerja bebas dari pertentangan
Itulah Berkah Utama

Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma
Menolong sanak keluarga
Bekerja tanpa cela
Itulah Berkah Utama

Menjauhi, tidak melakukan kejahatan
Menghindari minuman keras
Tekun melaksanakan Dhamma
Itulah Berkah Utama

Selalu menghormat dan rendah hati
Merasa puas dan berterima kasih
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah Berkah Utama

Sabar, rendah hati bila diperingatkan
Mengunjungi para pertapa
Membahas Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah Berkah Utama

Bersemangat dalam menjalankan hidup suci
Menembus Empat Kesunyataan Mulia
Serta mencapai Nibanna
Itulah Berkah Utama

Meski tergoda oleh hal-hal duniawi
Namun Batin tak tergoyahkan,
Tiada susah, tanpa noda, penuh damai
Itulah Berkah Utama

Karena dengan mengusahakan hal-hal itu
Manusia tak terkalahkan di mana pun juga
Serta berjalan aman ke mana juga
Itulah Berkah Utama.

konsep ketuhanan

Konsep Ketuhanan Dalam Agama Buddha - Thread Not Solved Yet

Dalam kehidupan ini ada 2 (dua) kebenaran, yaitu kebenaran relatif yang masih
dipengaruhi oleh ruang, waktu dan tempat; dan ada kebenaran Absolut yang tidak
terpengaruh oleh ruang, waktu dan tempat.
Selain itu ada empat Rumusan Kebenaran, yaitu : ada awal dan ada akhir ; Ada Awal
dan tanpa Akhir ; tanpa awal dan ada akhir ; dan tanpa awal dan tanpa akhir
Dalam Kitab Udana diuraikan mengenai Nibbana, yaitu :
“Ketahuilah Para Bhikkhu, Ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Wahai para Bhikkhu, apabila Tidak
ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang
Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan,
pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma,
Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari
kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Sutra Vimalakirti Nirdesa, yaitu :
“Dharma tertinggi adalah tak terkatakan .”
Ketuhanan dalam agama Buddha adalah tanpa awal dan tanpa akhir. Seperti sebuah
lingkaran kita tidak akan dapat menemukan awal dan akhirnya. Begitupula dalam
memahami sifat ketuhanan. Keberadaan konsep ketuhanan dalam agama Buddha
dapat kita lihat dalam stupa candi borobudur. Bagian yang tertinggi adalah kosong.
Ini melambangkan sifat ketuhanan yang maha tinggi dan tunggal.
Dalam kehidupan ini ada 2 (dua) kebenaran, yaitu kebenaran relatif yang masih
dipengaruhi oleh ruang, waktu dan tempat; dan ada kebenaran Absolut yang tidak
terpengaruh oleh ruang, waktu dan tempat.
Selain itu ada empat Rumusan Kebenaran, yaitu : ada awal dan ada akhir ; Ada Awal
dan tanpa Akhir ; tanpa awal dan ada akhir ; dan tanpa awal dan tanpa akhir
Dalam Kitab Udana diuraikan mengenai Nibbana, yaitu :
“Ketahuilah Para Bhikkhu, Ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Wahai para Bhikkhu, apabila Tidak
ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang
Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan,
pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma,
Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari
kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Sutra Vimalakirti Nirdesa, yaitu :
“Dharma tertinggi adalah tak terkatakan .”
Ketuhanan dalam agama Buddha adalah tanpa awal dan tanpa akhir. Seperti sebuah
lingkaran kita tidak akan dapat menemukan awal dan akhirnya. Begitupula dalam
memahami sifat ketuhanan. Keberadaan konsep ketuhanan dalam agama Buddha
dapat kita lihat dalam stupa candi borobudur. Bagian yang tertinggi adalah kosong.
Ini melambangkan sifat ketuhanan yang maha tinggi dan tunggal.
Jika kita berbicara mengenai tuhan, perlu dicatat bahwa Nibbana bukanlah tuhan atau istilah bahasa sanskertanya isvara. Apa yang diucapkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3 tepatnya dalam Tatiyanibbanapatisamyutta Sutta; Udana 8.3, adalah mengenai nibbana bukan isvara. Jadi berbeda antara tuhan/isvara dengan nibbana. Agama lain menganut konsep tuhan atau disebut isvara, tapi dalam agama Buddha tidak menganut konsep isvara.
 

kalama sutta

Kalama Sutta




Pada masa Sang Buddha, telah ada banyak aktivitas intelektual besar di India. Beberapa orang terpandai yang diketahui oleh dunia telah berkecimpung di dalam kontroversi keagamaan besar sepanjang masa.

Apakah ada Sang Pencipta? Tidak adakah Sang Pencipta? Adakah jiwa itu? Tidak adakah jiwa itu? Apakah dunia tanpa awal? Apakah ada awal permulaan?

Ini merupakan beberapa topik yang hangat diperdebatkan sepanjang waktu. Dan tentu saja, seperti saat ini, semua mengklaim bahwa hanya dialah yang memiliki semua jawaban dan siapapun yang tidak mengikutinya akan dikutuk dan dimasukkan ke dalam neraka! Sebenarnya, semua pencarian keras atas kebenaran ini hanya akan menghasilkan lebih banyak lagi kebingungan.

Sekelompok pemuda yang saleh dari suku Kalama pergi menghadap Sang Buddha untuk menyampaikan kebingungan mereka. Mereka bertanya kepadaNya apa yang seseorang harus lakukan sebelum menerima atau menolak suatu ajaran.


1. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Berita Semata

Nasihat Sang Buddha seperti yang disebutkan dalam Kalama Sutta adalah untuk tidak menerima apapun berdasarkan pada berita, tradisi, kabar angin semata. Biasanya orang mengembangkan keyakinan mereka setelah mendengarkan perkataan orang lain. Tanpa berpikir mereka menerima apa yang orang lain katakan mengenai agama mereka atau apa yang telah tercatat dalam buku-buku keagamaan mereka. Kebanyakan orang jarang sekali mengambil resiko untuk menyelidiki, untuk menemukan apakah yang dikatakannya benar atau tidak. Sikap umum seperti ini sukar untuk dipahami, khususnya di dalam era modern saat ini ketika pendidikan sains mengajarkan orang untuk tidak menerima sama sekali apapun yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Bahkan sekarang ini banyak yang disebut sebagai pemuda berpendidikan hanya menggunakan emosi atau ketaatan mereka tanpa menggunakan pikiran naralnya.

Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat yang sangat liberal (bebas) kepada sekelompok pemuda dalam menerima suatu agama secara rasional. Ketika orang-orang muda ini tidak dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang sesuai, mereka menghadap kepada Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatNya. Mereka mengatakan kepadaNya bahwa semenjak berbagai kelompok agama memperkenalkan agamanya dalam berbagai cara, mereka mengalami kebingungan dan tidak bisa memahami cara keagamaan mana yang benar. Para pemuda ini bisa diibaratkan dalam istilah modern sebagai para pemikir bebas (free thinkers), atau para pencari kebenaran (truth seekers). Inilah mengapa mereka memutuskan untuk mendiskusikan hal ini dengan Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk memberikan beberapa garis pedoman untuk membantu mereka menemukan suatu agama yang sesuai dimana dengannya mereka dapat menemukan kebenaran.

Dalam menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa Dhamma (ajaranNya) merupakan satu-satunya ajaran yang bernilai dan siapapun yang mempercayai hal lain akan masuk ke neraka. Justru Beliau memberikan beberapa nasihat yang penting untuk mereka pertimbangkan. Sang Buddha tidak pernah menganjurkan orang untuk menerima suatu agama hanya melalui iman (faith) semata tetapi Beliau menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan dan memahami segala sesuatunya tanpa bias (praduga/menyimpang). Beliau juga tidak menganjurkan orang untuk menggunakan emosi atau ketaatan semata yang berdasarkan pada kepercayaan yang membuta di dalam menerima suatu agama. Inilah mengapa agama yang berdasarkan pada ajaranNya sering digambarkan sebagai agama rasional. Agama ini juga dikenal sebagai agama merdeka dan beralasan (religion of freedom and reason). Kita seharusnya tidak menerima apapun melalui iman atau emosi untuk mempraktikkan suatu agama. Kita seharusnya tidak menerima suatu agama begitu saja dikarenakan agama itu menghilangkan ketakutan bodoh kita mengenai apa yang akan terjadi pada diri kita, kapan kita mati ataupun ketakutan kita ketika diancam oleh api neraka jika kita tidak menerima beberapa ajaran atau yang lainnya. Agama harus diterima melalui pilihan bebas. Setiap pribadi harus menerima suatu agama karena pemahaman dan bukan karena agama itu merupakan hukum yang diberikan oleh suatu penguasa atau kekuatan-kekuatan supernatural. Menerima suatu agama haruslah bersifat pribadi dan berdasarkan pada kepastian rasional akan agama yang akan diterima.

Orang dapat membuat berbagai macam klaiman mengenai agama mereka dengan membesar-besarkan berbagai macam peristiwa untuk mempengaruhi orang lain. Kemudian, mereka dapat memperkenalkannya sebagai pesan surgawi untuk menumbuhkan iman atau rasa percaya. Tetapi kita harus membaca apa yang tertulis secara Analitis dengan menggunakan akal sehat dan kekuatan pikiran. Itulah mengapa Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak menerima secara tergesa-gesa apapun yang tercatat, tradisi, atau kabar angin semata. Orang mempraktikkan tradisi-tradisi tertentu yang berdasarkan pada kepercayaan, kebiasaan atau cara hidup komunitas dimana mereka berada. Namun, beberapa tradisi sangatlah penting dan berarti. Oleh karena itu, Sang Buddha tidak mengecam semua tradisi adalah salah tetapi menasihatkan kita untuk mempertimbangkannya dengan sangat berhati-hati praktik mana yang penuh arti dan mana yang tidak. Kita harus mengetahui bahwa beberapa tradisi tertentu tersebut menjadi ketinggalan jaman dan tidak berarti lagi setelah beberapa periode waktu. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan di antaranya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh orang-orang primitif dan pemahaman mereka tentang kehidupan manusia dan alam sangatlah terbatas pada masa itu. Jadi, pada masa sekarang ini ketika kita menggunakan pendidikan sains modern kita dan pengetahuan akan alam semesta, kita dapat melihat sifat sesungguhnya dari kepercayaan mereka. Kepercayaan yang dimiliki orang-orang primitif mengenai matahari, bulan, dan bintang-bintang, bumi, angin, halilintar, guntur dan halilintar, hujan dan gempa bumi, berdasarkan pada usaha mereka untuk menjelaskan fenomena alam yang nampaknya sangat mengerikan. Mereka memperkenalkan fenomena alam tersebut sebagai tuhan-tuhan (dewa) atau perbuatan-perbuatan tuhan dan kekuatan-kekuatan supernatural.


2. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Tradisi Semata

Dengan pengetahun kita yang telah maju, kita dapat menjelaskan fenomena alam yang nampaknya mengerikan ini sebagaimana apa adaya. Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, �Janganlah menerima dengan segera apa yang kau dengar. Janganlah mencoba untuk membenarkan perilaku tidak rasionalmu dengan mengatakan ini adalah tradisi-tradisi kami dan kita harus menerimanya.� Kita seharusnya tidak percaya begitu saja kepada takhayul ataupun dogma agama karena orang yang dituakan melakukan hal yang sama. Ini bukan berarti kita tidak menghormati para sesepuh kita, tetapi kita harus melaju bersama waktu. Kita seharusnya memelihara kepercayaan-kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai modern dan menolak apapun yang tidak diperlukan atau yang tidak sesuai karena waktu telah berubah. Dengan cara ini kita akan dapat hidup dengan lebih baik.

Satu generasi yang lalu, seorang pendeta Anglikan, Uskup dari Woolich menyatakan sebuah kalimat, �Tuhan dari celah� (God of the gaps) untuk menjelaskan bahwa apapun yang tidak kita pahami merupakan Atribut tuhan. Karena pengetahuan kita terhadap dunia telah berkembang, kekuatan tuhan pun berkurang secara bersamaan.


3. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Kabar Angin Semata

Semua orang suka mendengarkan cerita. Mungkin itulah mengapa orang mempercayai kabar angin. Anggaplah ada seratus orang yang telah melihat sebuah peristiwa tertentu dan ketika setiap orang menceritakannya kembali kepada yang lain, ia akan menghubungkannya dengan cara yang berbeda dengan menambahkan lebih banyak hal lainnya dan membesar-besarkan hal yang kecilnya. Ia akan menambahkan �garam dan bumbu� untuk membuat ceritanya lebih seru dan menarik dan untuk memperindahnya. Umumnya setiap orang akan menceritakan suatu kisah seolah-olah dialah satu-satunya yang dapat menceritakan kepada orang lain apa yang benar-benar terjadi. Inilah sifat sesungguhnya dari cerita yang dibuat dan disebarkan oleh orang. Ketika Anda membaca beberapa kisah dalam agama apapun, cobalah untuk ingat bahwa kebanyakan dari interpretasinya adalah hanya untuk menghias peristiwa kecil untuk menarik perhatian orang. Jika tidak demikian, maka tidak akan ada apapun bagi mereka untuk diceritakan kepada orang lain dan tak seorang pun akan menaruh perhatian pada kisah itu.

Di sisi lain cerita dapat sangat bermanfaat. Cerita merupakan cara yang menarik untuk menyampaikan pelajaran moral. Literatur Buddhis merupakan gudang yang besar dari beragam kisah cerita. Tetapi itu hanyalah cerita. Kita harus tidak mempercayainya seperti seolah-olah cerita itu adalah kebenaran mutlak. Kita seharusnya tidak seperti anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat menelan hidup-hidup seorang nenek dan berbicara kepada manusia! Orang dapat berbicara mengenai berbagai macam keajaiban, tuhan-tuhan/dewa, dewi, bidadari-bidadari dan kekuatan mereka berdasarkan pada kepercayaan mereka. Kebanyakan orang cenderung untuk menerima dengan segera hal-hal tersebut tanpa penyelidikan apapun, tetapi menurut Sang Buddha, kita seharusnya tidak mempercayai dengan segera apapun karena mereka yang menceritakannya kepada kita akan hal itu pun terpedaya olehnya. Kebanyakan orang di dunia ini masih berada dalam kegelapan dan kemampuan mereka untuk memahami kebenaran sangatlah miskin. Hanya beberapa orang yang memhami segala sesuatu secara sewajarnya. Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian ada perkataan lain, �Jack si mata satu dapat menjadi raja dikerajaan orang buta.� Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian dari kebenaran. Kita perlu berhati-hati dalam menjelaskan kebenaran mutlak ini kepada mereka.

4. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks Keagamaan Semata

Selanjutnya Sang Buddha memperingati kita untuk tidak mempercayai apapun berdasarkan pada otoritas teks-teks keagamaan ataupun kitab-kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa semua pesan-pesan yang terdapat dalam kitab-kitab suci mereka disampaikan secara langsung oleh tuhan mereka. Sekarang ini, mereka mencoba untuk memperkenalkan buku-buku tersebut sebagai pesan dari surga. Hal ini sukar untuk dipercaya bahwa mereka menerima pesan ini dari surga dan mencatatnya dalam kitab suci mereka hanya pada beberapa ribu tahun yang lampau. Mengapa wahyu ini tidak diberikan lebih awal? (Menimbang bawa planet bumi ini berusia empat setengah miliar tahun). Mengapa wahyu tersebut dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang tertentu saja? Tentunya akan jauh lebih efektif jika mengumpulkan semua orang dalam suatu tempat dan menyatakan kebenaran kepada banyak orang daripada bergantung pada satu orang untuk melakukan pekerjaan itu. Bukankah tetap lebih baik jika tuhan-tuhan mereka menampakkan diri pada hari-hari penting tertentu dalam setahun untuk membuktikan keberadaan dirinya secara berkala? Dengan cara demikian tentunya mereka tidak akan memiliki kesulitan sama sekali untuk mengubah seluruh dunia!

Umat Buddha tidak berusaha untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha sebagai pesan surgawi, dan mereka mengajarkan tanpa menggunakan kekuatan mistik apapun. Menurut Sang Buddha, kita tidak seharusnya menerima ajaranNya seperti yang tercatat dalam kitab suci Buddhis secara membuta dan tanpa pemahaman yang benar. Ini merupakan kebebasan yang luar biasa yang Sang Buddha berikan kepada kita. Meskipun Beliau tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan tuhan, Beliau memberikan penghargaan jauh lebih besar kepada kecerdasan manusia dibanding dengan yang pernah dilakukan oleh agama manapun.

Cara yang terbaik bagi seseorang yang berasional untuk mengikuti adalah mempertimbangkan secara hati-hati sebelum ia menerima atau menolak segala sesuatu. Mempelajari, berpikir, menyelidiki sampai Anda menyadari apa yang ada sebenarnya. Jika Anda menerimanya hanya berdasarkan pada perintah atau kitab-kitab suci, Anda tidak akan menyadari kebenaran bagi diri Anda sendiri.


5. Janganlah Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Pribadi Saja

�Janganlah bergantung pada logika dan argumentasi pribadi saja� merupakan nasihat lain dari Sang Buddha. Janganlah berpikir bahwa penalaran Anda adalah hal yang mutlak. Kalau tidak demikian, Anda akan berbangga diri dan tidak mendengarkan orang lain yang lebih mengetahui dibandingkan dengan diri Anda. Biasanya kita menasihatkan orang lain untuk menggunakan penalaran. Benar, dengan menggunakan daya pikiran dan akal yang terbatas, manusia berbeda dengan hewan dalam hal menggunakan pikirannya. Bahkan seorang anak kecil dan orang yang tidak berpendidikan pun menggunakan penalaran sesuai dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pemahaman. Tetapi penalaran ini berbeda berdasarkan pada kedewasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Sekali lagi, penalaran ini merupakan subjek dari perubahan, dari waktu ke waktu. Identitas seseorang atau pengenalan akan konsep-konsep juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam penalaran seperti itu tidak ada analisa terakhir atau kebenaran mutlak. Karena kita tidak memiliki pilihan lain, kita harus menggunakan penalaran terbatas kita secara keras sampai kita mendapatkan pemahaman yang sebenarnya. Tujuan kita seharusnya adalah mengembangkan pikiran kita secara berkesinambungan dengan bersiap diri untuk belajar dari orang lain tanpa menjadi masuk ke dalam kepercayaan membuta. Dengan membuka diri kita pada cara berpikir yang berbeda, dengan membiarkan kepercayaan kita tertantang/teruji, dengan selalu tetap membuka pikiran, kita mengembangkan pemahaman kita atas diri kita sendiri dan dunia di sekeliling kita. Sang Buddha mengunjungi setiap guru yang dapat Beliau temukan sebelum Beliau mencapai Pencerahan terakhir. Meskipun kemudian Beliau tidak menerima apapun yang mereka ajarkan. Justru, Beliau menggunakan penalaranNya untuk memahami Kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai Penerangan Agung, Beliau tidak pernah marah atau mengancam siapapun yang tidak setuju dengan ajaranNya.

Sekarang marilah kita mempertimbangkan argumen dan logika. Kapanpun kita berpikir bahwa suatu hal tertentu dapat kita terima, kita mengatakan hal itu adalah logika. Sebenarnya, seni logika merupakan alat yang bermanfaat bagi sebuah argumen. Logika dapat diekploitasi oleh para orator (ahli pidato) berbakat yang menggunakan kepandaian dan kecerdikan. Seseorang yang mengetahui cara berbicara dapat menjatuhkan kebenaran dan keadilan serta mengalahkan orang lain. Seperti para pengacara berargumen di pengadilan. Kelompok-kelompok agama yang berbeda berargumen untuk membuktikan bahwa agama mereka lebih baik dari agama-agama yang lainnya. Argumen-argumen mereka berdasarkan pada bakat dan kemampuan mereka untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak tertarik kepada kebenaran. Inilah sifat dasar dari argumen. Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak terpengaruh oleh argumen atau logika tetapi menasihatkan kita untuk menggunakan penyelidikan yang tidak bias. Ketika orang-orang mulai berargumen, secara alami emosi mereka juga muncul dan hasilnya adalah argumen yang memanas. Kemudian, egoisme manusia menambah lebih banyak lagi api dalam perang kata-kata ini. Pada akhirnya, menciptakan permusuhan karena tak ada seorang pun yang mau menyerah. Oleh karena itu, seseorang seharusnya tidak memperkenalkan kebenaran agama melalui argumen. Ini merupakan nasihat penting lainnya dari Sang Buddha.


6. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang Semata

Kemudian nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun sebagai kebenaran mutlak berdasarkan pada pengaruh pribadi seseorang. Hal ini mengacu pada kepercayaan yang dilihat sebagai kebenaran melalui imajinasi pribadi seseorang. Meskipun kita memiliki keraguan dalam pikiran kita, kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran setelah penyelidikan yang terbatas. Semenjak pikiran kita terpedaya oleh banyaknya keinginan dan perasaan-perasaan emosional, sikap Batin ini menciptakan banyak ilusi. Dan kita juga sebenarnya memiliki kebodohan batin. Semua orang menderita yang diakibatkan dari kebodohan batin dan ilusi. Kekotoran batin menyelimuti pikiran yang kemudian menjadi bias dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan ilusi. Sebagai hasilnya, kita menjadi percaya bahwa hanya kepercayaan kitalah yang benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil sebuah kesimpulan dengan segera dengan menggunakan perasaan emosional kita tetapi untuk mendapatkan lebih banyak lagi informasi dan penyelidikan sebelum kita mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Ini berarti kita harus bersedia mendengarkan terlebih dulu apa yang orang lain katakan. Mungkin mereka dapat menjernihkan keragu-raguan kita dan membantu kita untuk mengenali kesalahan atas apa yang kita percayai sebagai kebenaran. Sebagai contoh untuk hal ini adalah suatu masa ketika orang-orang pernah mengatakan bahwa matahari mengelilingi bumi dimana bumi berbentuk datar seperti layaknya uang logam. Hal ini berdasarkan pada keterbatasannya pengetahuan mereka, tetapi mereka bersiap untuk membakar hidup-hidup siapapun yang berani mengemukakan pandangan yang lain. Terima kasih kepada Guru Tercerahkan kita, Buddhisme dalam sejarahnya tidak memiliki catatan gelap dimana orang tidak diperkenankan untuk menentang apapun yang tidak masuk akal seperti itu. Inilah mengapa begitu banyak aliran Buddhisme saling bertautan secara damai tanpa mengecam satu sama yang lain. Berdasarkan pada petunjuk-petunjuk yang jelas dari Sang Buddha, umat Buddha menghormati hak-hak orang lain untuk memegang pandangan yang berbeda.

7. Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar

Nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun yang kelihatannya benar. Ketika Anda melihat segala hal dan mendengarkan beberapa tafsiran yang diberikan oleh orang lain, Anda hanyalah menerima penampilan luar dari obyek-obyek tersebut tanpa menggunakan pengetahuan anda secara mendalam. Kadangkala konsep atau identitas yang Anda ciptakan mengenai suatu obyek adalah jauh dari kebenaran hakikinya.

Cobalah untuk melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang sebagaimana mestinya. Buddhisme dikenal sebagai Ajaran Analisis (Doktrin of Analysis). Hanya dengan melalui analisa kita dapat memahami apa yang sebenarnya terdapat pada sebuah obyek dan apakah jenis dari elemen-lemen dan energi-energi yang berkerja dan bagaimanakah hal-hal itu bisa ada, mengapa mengalami kelapukan dan menghilang. Jika Anda menelaah sifat alami dari hal-hal ini, Anda akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah tidak kekal dan kemelekatan terhadap obyek-obyek tersebut dapat menimbulkan kekecewaan. Juga, Anda akan menyadari bahwa tidak ada hal penting dalam pertengkaran mengenai ide-ide ketika dalam analisa terakhir, ketika melihat hal-hal tersebut dalam sudut pandang yang sebebarnya, ternyata hal-hal tersebut hanyalah ilusi belaka. Umat Buddha tidaklah terjebak dalam hal-hal kontoversial mengenai kapan dunia akan berakhir karena mereka melihat bahwa secara pasti segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan akan mengalami kehancuran. Dunia akan berakir. Tidak ada keraguan akan hal itu. Kita berakhir setiap waktu kita menarik napas masuk dan keluar. Akhir dunia (yang disampaikan oleh Sang Buddha) hanya semata-mata peristiwa dramatis dari sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ilmu astronomi modern mengatakan pada kita bahwa dunia bergejolak setiap saat. �Mereka yang tidak mengkhawatikan masa lalu, mereka yang tidak mengkhawatirkan masa depan, maka mereka hidup dalam ketenangan� (Sang Buddha). Ketika kita mengetahui kebenaran ini, maka akhir dunia tidak lagi menjadi hal yang begitu menakutkan dan tidaklah pantas untuk dikhawatirkan.

8. Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang.

Sang Buddha kemudian memperingati para pengikutnya untuk tidak bergantung pada pengalaman spekulasi pribadi seseorang. Setelah mendengarkan atau membaca beberapa teori tertentu, orang dengan mudah tiba pada kesimpulan tertentu dan memelihara kepercayaan ini. Mereka menolak dengan sangat keras untuk mengubah pandangan mereka karena pikiran mereka telah terbentuk atau karena sewaktu beralih pada kepercayaan tertentu, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di dalam neraka jika mereka mengubah pendiriannya. Dalam kebodohan dan rasa takut, orang-orang malang ini hidup dalam surga kebodohan, mereka berpikir bahwa kesalahan-kesalahan mereka secara ajaib akan diampuni. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak membuat kesimpulan gegabah apapun untuk memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya. Manusia dapat menemukan berbagai macam hal di dunia ini tetapi hal yang paling sukar bagi mereka untuk dilihat adalah kebenaran atau realita dari segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan. Kita seharusnya tidak bergantung pada desas-desus spekulasi untuk memahami kebenaran. Kita boleh menerima beberapa hal tertentu sebagai dasar yang digunakan untuk memulai sebuah penyelidikan yang akhirnya akan memberikan kepuasan pada pikiran. Keputusan yang kita ambil dengan cara spekulasi dapat dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh sekelompok orang buta yang menyentuh bagian berbeda dari tubuh seekor gajah. Setiap orang buta tersebut memiliki keputusan sendiri mengenai apa yang ia pikirkan tentang bentuk dari gajah tersebut. Bagi masing-masing orang buta tersebut, apa yang ia katakan adalah benar. Meskipun mereka yang dapat melihat hal-hal tersebut tahu bahwa semua orang buta tersebut salah, dalam pikiran orang-orang buta tersebut mereka berpikir bahwa merekalah yang benar. Juga janganlah seperti katak dalam tempurung kelapa yang berpikir bahwa tidak ada dunia lain di luar apa yang dapat ia lihat.

Kita terbutakan oleh kekotoran Batin kita. Inilah mengapa kita tidak dapat memahami kebenaran. Inilah mengapa orang lain dapat menyesatkan dan mempengaruhi kita dengan sangat mudah. Kita selalu mudah mengganti kepercayaan yang telah kita terima sebagai kebenaran karena kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam. Orang-orang mengubah lebel agama mereka dari waktu ke waktu karena mereka mudah terpengaruh oleh emosi manusia. Ketika kita sudah menyadari kebenaran tertinggi, kita tidak perlu lagi mengubahnya dalam keadaan apapun karena dalam kebenaran terakhir tidak ada hal yang diubah, ia adalah Mutlak.

9. Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan Oleh Kemampuan Mengesankan Seseorang

Kita seharusnya tidak mengubah pandangan-pandangan kita dengan mudah karena kita terkesan oleh kemampuan mengesankan seseorang merupakan nasihat selanjutnya Sang Buddha yang diberikan kepada orang-orang muda yang disebut dengan suku Kalama. Seberapa orang memiliki kemampuan yang mengesankan Anda dengan perilaku dan kemampuan nyata untuk melakukan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, akankah Anda mempercayai secara membuta seorang gadis yang ada di iklan televisi yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda juga dapat menjadi cantik secantik dirinya, memiliki gigi seindah giginya, jika Anda menggunakan pasta gigi merek tertentu? Tentu tidak.Anda tidak akan menerima apa yang ia katakan tanpa memeriksa secara hati-hati kebenaran akan pernyataanya. Ini juga sama dengan para pembicara fasih yang mengetuk pintu Anda untuk menceritakan cerita yang mempesona tentang �kebenaran� mereka. Mereka mungkin berbicara mengenai beragam guru-guru agama, guru-guru, dan ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menikmati memberi pernyataan yang dilebih-lebihkan untuk membuktikan kekuatan dari guru-guru mereka untuk mempengaruhi pikiran Anda. Jika Anda secara membuta menerima perkataan-perkataan mereka sebagai Kebenaran, Anda akan memelihara pandangan yang goyah dan dangkal karena Anda tidak sepenuhnya yakin. Anda dapat mengikuti mereka dengan iman untuk beberapa saat, tetapi suatu hari Anda akan merasa kecewa, karena Anda tidak menerimanya melalui pemahaman dan pengalaman Anda. Dan segera setelah guru mengesankan lainnya datang, Anda akan meninggalkan yang pertama.

Telaahlah nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Pikirkan bagaimana beralasannya, masuk akalnya, dan ilmiahnya cara pengajaranNya. �Janganlah mendengarkan orang lain dengan kepercayaan membuta. Dengarkanlah mereka dengan segala pengertiannya, tetapi tetaplah penuh perhatian dan dengarlah dengan pikiran terbuka. Anda tidak seharusnya menyerahkan pendidikan dan kecerdasan Anda kepada orang lain ketika Anda sedang mendengarkan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk membangkitkan emosi Anda dan mempengaruhi pikiran Anda sesuai dengan kebutuhan duniawi Anda untuk memuaskan keinginan Anda. Tetapi tujuan mereka mungkin bukan berkepentingan untuk menyatakan kebenaran.�


10. Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa �Inilah Guru Kami�

Janganlah menerima apapun atas pertimbangan bahwa �Inilah guru kami�, merupakan nasihat terakhir Sang Buddha dalam konteks ini. Pernahkah Anda mendengar guru agama lain manapun yang mengutarakan kata-kata seperti ini? Yang lainnya semua mengatakan, �Sayalah satu-satunya guru terhebat, Saya adalah Tuhan. Ikutilah aku, sembahlah aku, berdoalah padaku, jika tidak kau tidak akan memiliki keselamatan.� Mereka juga mengatakan, �Janganlah kau menyembah tuhan lain atau guru lain.� Berpikirlah untuk sejenak untuk memahami sikap Sang Buddha. Sang Buddha mengatakan, �Kau seharusnya tidak bergantung secara membuta kepada gurumu. Ia mungkin saja adalah penemu sebuah agama atau guru yang terkenal, tetapi meskipun demikian kau tidak seharusnya mengembangkan kemelekatanmu terhadapnya sekali pun.�

Beginilah caranya Sang Buddha memberikan penghargaan yang semestinya kepada kecerdasan seseorang dan memperkenankan manusia menggunakan kehendak bebasnya tanpa bergantung pada orang lain. Sang Buddha mengatakan, �Kau bisa menjadi tuan atas dirimu sendiri.� Sang Buddha tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa Beliau-lah satu-satunya Guru Yang Tercerahkan dimana para pengikutnya tidak diperkenankan untuk memuja tuhan/dewa dan guru agama lain. Beliau juga tidak menjanjikan para pengikutnya bahwa mereka dapat dengan mudah pergi ke surga atau mencapai Nibbana jika mereka memujaNya secara membuta. Jika kita mempraktikkan agama begitu saja dengan bergantung kepada seorang guru, kita tidak akan pernah menyadari kebenaran. Tanpa menyadari kebenaran mengenai agama yang kita praktikkan kita dapat menjadi korban dari kepercayaan yang membuta dan memenjarakan kebebasan berpikir kita dan akhirnya menjadi budak bagi seorang guru tertentu dan mendiskriminasikan guru yang lain.

Kita harus menyadari bahwa kita harus tidak bergantung pada orang lain dalam penyelamatan diri kita. Tetapi kita dapat menghormati guru agama manapun yang sungguh dan pantas untuk dihormati. Para guru agama dapat mengatakan kepada kita bagaimana untuk meraih keselamatan kita, tetapi seseorang tidak dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini bukan seperti menyelamatkan sebuah kehidupan ketika dalam bahaya. Ini adalah pembebasan terakhir dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi. Inilah mengapa kita harus berkerja secara individual (sendiri) untuk meraih pembebasan kita atau kemerdekaan penuh berdasarkan pada nasihat yang diberikan oleh guru-guru agama.

�Tidak ada orang lain yang menyelamatkan kita selain diri kita. Sang Buddha hanyalah menunjukkan jalannya.�

Dapatkah Anda pikiran guru agama manapun yang pernah mengatakan hal ini? Inilah kebebasan yang kita miliki dalam Buddhisme.

Inilah sepuluh nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada sekelompok pemuda yang disebut suku Kalama yang datang menemui Sang Buddha untuk mengetahui bagaimana menerima suatu agama dan bagaimana untuk memutuskan mana agama yang benar.

Nasihat Beliau adalah: �Janganlah mementingkan diri sendiri dan janganlah menjadi budak bagi yang lain; Janganlah melakukan apapun hanya untuk kepentingan pribadi tetapi pertimbangkan untuk kepentingan pihak lain.� Beliau mengatakan kepada suku Kalama agar mereka dapat memahami hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka. Beliau juga mengatakan bahwa di antara beragam praktik dan kepercayaan, ada hal-hal tertentu yang baik bagi seseorang tetapi tidak baik bagi yang lain. Dan sebaliknya, ada hal-hal tertentu yang baik bagi orang lain tetapi tidak baik bagi seseorang. Sebelum Anda melakukan apapun, Anda harus mempertimbangkan baik manfaat maupun ketidakmanfaatan yang akan bertambah pada diri Anda. Inilah garis pedoman untuk pertimbangan sebelum Anda menerima suatu agama. Oleh karena itu, Sang Buddha telah memberikan kebebasan secara penuh kepada kita untuk memilih suatu agama berdasarkan pada pendirian diri sendiri.

Buddhisme merupakan suatu agama yang mengajarkan seseorang untuk memahami bahwa manusia bukanlah untuk agama tetapi agama itulah yang untuk manusia gunakan. Agama dapat diibaratkan sebagai rakit yang digunakan manusia untuk menyeberangi sungai. Ketika orang itu sampai di pinggiran sungai, ia dapat meninggalkannya dan melanjutkan perjalanannya. Seseorang seharusnya menggunakan agama untuk perbaikan dirinya dan untuk mengalami kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Buddhisme merupakan suatu agama yang dapat kita gunakan untuk hidup penih kedamaian dan membiarkan yang lain untuk juga hidup penuh kedamaian. Saat mempraktikkan agama ini kita diperkenankan untuk menghormati agama lain. Jika sukar untuk menghormati sikap dan perilaku agama lain maka setidaknya kita perlu bertoleransi tanpa mengganggu atau mengecam agama lain. Sangatlah sedikit agama lain yang mengajarkan para pengikutnya untuk mengadopsi sikap bertoleransi ini.

makhluk peta

31 alam kehidupan dalam agama Buddha


31 alam kehidupan terdiri dari:

A. 11 Kamma Bhumi yaitu 11 alam kehidupan dimana makhluk-makhluknya masih senang dengan nafsu-nafsu indera dan terikat dengan panca indera

B. 16 Rupa Bhumi yaitu 16 alam kehidupan yg makhluk-makhluknya mempunyai Rupa Jhana

C. 4 Arupa Bhumi yaitu 4 alam kehidupan yg makhluk-makhluknya mempunyai Arupa Jhana

------------------------------
A. 11 Kamma Bhumi terdiri dari:

1. Apaya-Bhumi 4 (4 alam kehidupan yg menyedihkan) yaitu:

a. Niraya Bhumi (alam neraka) terbagi menjadi beberapa kelompok di antaranya ada yg disebut kelompok Maha Neraka 8 (sanjiva neraka, kalasutta neraka, sanghata neraka, roruva neraka, maharoruva neraka, tapana neraka, mahatapana neraka, avici neraka).

b. Tiracchana Bhumi (alam binatang). Binatang berkaki terbagi menjadi 4 kelompok yaitu:
1) Apadatiracchana yaitu kelompok binatang yg tidak mempunyai kaki
2) Dvipadatiracchana yaitu kelompok binatang yg berkaki 2
3) Catupadatiracchana yaitu kelompok binatang yg berkaki 4
4) Bahuppadatiracchana yaitu kelompok binatang yg berkaki banyak

c. Peta Bhumi (alam setan) terdiri dari beberapa kelompok yg disebut peta 4, peta 12 dan peta 21(dibahas tersendiri)

d. Asurakaya Bhumi (alam raksasa) terdiri dari:
1) Deva asura yaitu kelompok dewa yg disebut asura
2) Peta asura yaitu kelompok setan yg disebut asura
3) Niraya asura yaitu kelompok makhluk neraka yg disebut asura

2. Kamasugati Bhumi 7 (7 alam kehidupan nafsu yg menyenangkan) yaitu:

a. Manussa Bhumi (alam manusia)

b. Catummaharajika Bhumi (alam 4 raja dewa: Dhatarattha, Virulaka, Virupakkha & Kuvera) terbagi dalam 3 kelompok yaitu:

1) Bhumamattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di atas tanah (di gunung, sungai, laut, rumah, vihara,dll)

2) Rukakkhattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di atas pohon

3) Akasattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di angkasa (di bulan, bintang,dll)

c. Tavatimsa Bhumi (alam 33 dewa). Disebut alam 33 dewa karena dahulu kala ada sekelompok pria yg berjumlah 33 orang yg selalu bekerja sama dalam berbuat kebaikan. Sewaktu mereka meninggal dunia semuanya terlahir dalam satu alam dewa.

d. Yama Bhumi (alam dewa Yama). Para dewa di alam ini terbebas dari kesulitan, yg ada hanya kesenangan.

e. Tusita Bhumi (alam kenikmatan). Para dewa di alam ini terbebas dari "kepanasan hati", yg ada hanya kesenangan dan kenikmatan

f. Nimmanarati Bhumi (alam yg menikmati ciptaannya). Para dewa di alam ini menikmati kesenangan panca inderanya dari hasil ciptaannya sendiri.

g. Paranimmitavasavatti Bhumi (alam dewa yg menyempurnakan ciptaan dewa lain). Para dewa di alam ini di samping menikmati kesenangan panca indera juga mampu membantu menyempurnakan ciptaan dewa2 lainnya.

B. 16 Rupa Bhumi terdiri dari:

1. Pathama Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana pertama) yaitu:

a. Brahma Parissaja Bhumi (alam pengikut2nya Brahma)
b. Brahma Purohita Bhumi (alam para menterinya Brahma)
c. Maha Brahma Bhumi (alam Brahma yg besar)

2. Dutiya Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana kedua) yaitu:
a. Brahma Parittabha Bhumi (alam para brahma yg kurang cahaya)
b. Brahma Appamanabha Bhumi (alam para Brahma yg tak terbatas cahayanya)
c. Brahma Abhassara Bhumi (alam para Brahma yg gemerlap cahayanya)

3. Tatiya Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana ketiga) yaitu:
a. Brahma Parittasubha Bhumi (alam para Brahma yg kurang auranya)
b. Brahma Appamanasubha Bhumi (alam para Brahma yg tak terbatas auranya)
c. Brahma Sibhakinha Bhumi (alam para Brahma yg auranya penuh & tetap)

4. Catuttha Jhana Bhumi 7 (7 alam kehidupan Jhana keempat) yaitu:

a. Brahma Vehapphala Bhumi (alam para Brahma yg besar pahalanya)

b. Brahma Asannasatta Bhumi (alam para Brahma yg kosong dari kesadaran)

c. Alam Suddhavasa 5 (5 alam kediaman yg murni) terdiri dari:

1) Brahma Aviha Bhumi (alam para Brahma yg tidak bergerak atau alam bagi Anagami yg kuat dalam keyakinan/saddhindriya)

2) Brahma Atappa Bhumi (alam para Brahma yg suci atau alam bagi Anagami yg kuat dalam usaha/viriyindriya)

3) Brahma Sudassa Bhumi (alam para Brahma yg indah atau alam bagi Anagami yg kuat dalamkesadaran/satindriya)

4) Brahma Sudassi Bhumi (alam para Brahma yg berpandangan terang atau alam bagi Anagami yg kuat dalam konsentrasi/samadindriya)

5) Brahma Akanittha Bhumi (alam para Brahma yg luhur atau alam bagi Anagami yg kuat dalam kebijaksanaan/pannindriya)


C. 4 Arupa Bhumi terdiri dari:

1. Akasanancayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi ruangan tanpa batas)
2. Vinnanancayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi kesadaran tanpa batas)
3. Akincannayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi kekosongan)
4. Nevasannanasannayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan)

Tambahan:
Rupa Brahma berarti Brahma bermateri yaitu Brahma yg mempunyai pancakhanda. Sedangkan Arupa Brahma berarti Brahma tak bermateri yaitu Brahma yg hanya mempunyai Nama Khanda (batin), tidak mempunyai Rupa Khanda (jasmani).


=========================
Makhluk Setan ini terbagi dalam beberapa kelompok, diantaranya terdapat kelompok-kelompok setan yang disebut PETA 4, PETA 12 dan PETA 21 sebagai tertulis di bawah ini :

PETA 4 (terdapat dalam Kitab Petavatthu-Atthakatha)

1. Paradattupajivika-Peta :
Setan yang memelihara hidupnya dengan memakan makanan yang disuguhkan orang dalam upacara sembahyang.

2. Khupapipasika-Peta:
Setan yang selalu lapar dan haus.

3. Nijjhamatanhika-Peta:
Setan yang selalu kepanasan.

4. Kalakancika-Peta:
Setan yang sejenis Asura.

Penjelasan :

Hanya Paradattupajivika-Peta saja yang dapat menerima makanan yang diberikan orang dalam upacara sembahyang serta kiriman jasa dari keluarga. Para Bodhisattva, jika terlahir menjadi setan, akan menjadi Paradattupajivika-Peta, dan tidak akan menjadi setan (peta) yang lain.

PETA 12 (terdapat dalam Kitab Gambhilokapannatti).

1. Vantasa-Peta: Setan yang makan air ludah, dahak dan muntah.

2. Kunapasa-Peta : Setan yang makan mayat manusia dan binatang.

3. Guthakhadaka-Peta: Setan yang makan berbagai kotoran.

4. Aggijalamukha-Peta : Setan yang dimulutnya selalu ada api.

5. Sucimuja-Peta : Setan yang mulutnya sekecil lobang jarum.

6. Tanhattika-Peta: Setan yang dikendalikan oleh napsu keinginan rendah sehingga lapar dan haus.

7. Sunijjhamaka-Peta : Setan yang berbulu hitam seperti arang.

8. Suttanga-Peta : Setan yang mempunyai kuku tangan kaki yang panjang dan tajam seperti pisau.

9. Pabbatanga-Peta: Setan yang bertubuh setinggi gunung.

10. Ajagaranga-Peta : Setan yang bertubuh seperti ular.

11. Vemanika-Peta : Setan yang menderita pada waktu siang, dan senang pada waktu malam dalam kahyangan.

12. Mahidadhika-Peta: Setan yang mempunyai ilmu gaib.

PETA 21 (terdapat dalam Kitab Suci Vinaya dan Lakkhanasanyutta).

1. Attisankhasika-Peta : Setan yang mempunyai tulang bersambungan, tetapi tidak mempunyai daging.

2. Mansapesika-Peta : Setan yang mempunyai daging terpecah-pecah, tetapi tidak mempunyai tulang.

3. Mansapinada-Peta : Setan yang mempunyai daging berkeping-keping.

4. Nicachaviparisa-Peta : Setan yang tidak mempunyai kulit.

5. Asiloma-Peta: Setan yang berbulu tajam.

6. Sattiloma-Peta : Setan yang berbulu seperti tombak.

7. Usuloma-Peta : Setan yang berbulu panjang seperti anak panah.

8. Suciloma-Peta: Setan yang berbulu sepertijarum.

9. Dutiyasuciloma-Peta: Setan yang berbulu seperti jarum kedua (lebih tajam).

10. Kumabhanda-Peta : Setan yang mempunyai kemaluan sangat besar.

11. Guthakupanimugga-Peta : Setan yang bergelimangan dengan kotoran.

12. Guthakhadaka-Peta: Setan yang makan berbagai macam kotoran.

13. Nicachavitaka-Peta: Setan perempuan yang tidak mempunyai kulit.

14. Dugagandha-Peta : Setan yang baunya sangat busuk.

15. Ogilini-Peta: Setan yang badannya seperti Bara api.

16. Asisa-Peta: Setan yang tidak mempunyai kepala.

17.Bhikkhu-Peta : Setan yang Berbadan seperti bhikkhu. .

18. Bhikkhuni-Peta : Setan yang berbadan seperti bhikkhuni.

19. Sikkhamana-Peta: Setan yang berbadan seperti Setan yang berbulu seperti pelajar wanita atau calon bhikkhuni.

20. Samanera-Peta : Setan yang berbadan seperti samanera.

21. Samaneri-Peta : Setan yang berbadan seperti samaneri.

3 alam penderitaan

Penderitaan dalam Samsara
Selanjutnya kita akan berdiskusi tentang Penderitaan di dalam Samsara, yang dapat dibagi menjadi 3 bagian :
  1. Sehubungan dengan pengalaman sendiri akan kebencian dan kemarahan, renungkan penderitaan di alam neraka.
  2. Sehubungan dengan pengalaman sendiri akan keserakahan, renungkan penderitaan di alam setan kelaparan.
  3. Sehubungan dengan pengalaman sendiri akan kebodohan, kebingungan dan ketidaktahuan, renungkan penderitaan di alam binatang.
Ketika kita memperhatikan penderitaan dalam samsara, kita seringkali menghubungkannya dengan penderitaan di alam yang lebih tinggi dan alam yang lebih rendah. Penderitaan utama yang didiskusikan disini adalah penderitaan di 3 alam rendah.

Hal yang terpenting adalah jika kita tidak sensitif terhadap penderitaan di tiga alam rendah, maka, seberapa banyakpun kita berbicara tentang penderitaan panas dan dingin di alam neraka, atau penderitaan kelaparan di alam setan, ataupun kebodohan di alam binatang - mendengarkan topik ini hanya akan mengganggu kita dan tidak akan berarti.
Sekarang kita akan berbicara tentang topik ‘Penyebab dari tiga alam rendah’, dan ‘Akibat dari tiga alam rendah’. Alam neraka, alam setan kelaparan dan alam binatang merupakan ‘Penyebab dari tiga alam rendah’.

Apa yang menjadi sebab atau Karma terlahir di tiga alam rendah ? atau apa sajakah penderitaan di tiga alam rendah ? Sebenarnya, dengan melihat keserakahan, kebencian, kemarahan dan kebingungan dalam diri kita, sesungguhnya kita dapat merasakan dan mengalami penderitaan-penderitaan itu.

Sama dengan orang yang sakit parah, yang dapat melihat segala macam ilusi seperti dipukuli dan perasaan takut dan teror. Sakit yang serius dicontoh ini seperti tiga racun dalam diri kita. Semakin tiga racun ini tumbuh berkembang semakin kuat, bayangan akan penderitaan dan ketakutan dari tiga alam rendah akan muncul.
 
(1) Sehubungan dengan pengalaman diri sendiri akan kebencian dan kemarahan, renungkan akan penderitaan di alam neraka.

Bagaimana kita mengalami penderitaan di alam neraka melalui kemarahan dan kebencian ? Pertama-tama, penderitaan utama dari alam neraka adalah penderitaan panas dan dingin. Sekarang kita mengamati diri kita sendiri: Saat kemarahan timbul, apa yang kita rasakan ? Saat kemarahan timbul, akan muncul amukan yang tidak terkontrol. Ini sama persis dengan situasi di alam neraka panas. Dan kemudian saat kemarahan dan kebencian reda, kita akan menyesal, yang sama dengan situasi di alam neraka dingin. Terkadang mahkluk di alam neraka digambarkan terpotong-potong oleh lautan pedang. Kembali, saat emosi kemarahan dan kebencian timbul, hati kita terasa seperti ditusuk. Oleh karena itu, lewat pengalaman akan kebencian dan kemarahan, kita dapat memahami penderitaan di alam neraka. Disaat yang sama, kita dapat membayangkan betapa mengerikannya wajah kita ketika sedang marah. Wajah kita mungkin bisa mengejutkan diri kita sendiri, dan akan membuat kita berpikir bagaimana bisa sampai seperti ini. Maka, lewat latihan dengan metode merefleksikan kemarahan dan kebencian kita sendiri, kita dapat mengalami penderitaan di alam neraka.

Menggunakan metode perenungan seperti ini, kita mengetahui dengan pasti bahwa kebencian dan kemarahan menyebabkan penderitaan-penderitaan kecil maupun besar. Untuk itu, saat kita menyadari bahwa kebencian dan kemarahan adalah alam neraka itu sendiri, kita akan menemukan jalan untuk melenyapkan dan menjauhkan diri kita dari kebencian dan kemarahan.
 
(2) Sehubungan dengan pengalaman sendiri akan keserakahan, renungkan penderitaan di alam setan kelaparan.
Seperti apa setan kelaparan itu? Dia memiliki perut seukuran Gunung Meru dan kerongkongan setipis jarum. Pikirkan ini: Saat keserakahan muncul, kedermawanan seseorang akan menjadi setipis sebatang jarum sementara keserakahannya berkembang sebesar Gunung Meru. Saat dia melihat kekayaan yang lain, kecemburuannya membakar seperti api, seperti api yang dimuntahkan oleh setan kelaparan dari mulutnya. Tidak ada yang dapat memuaskan keserakahan kita, sama seperti setan kelaparan tidak dapat menelan apapun ataupun mencerna makanan apapun, dan makanan itu akan berubah menjadi racun. Oleh karena itulah, kita harus berlatih menggunakan keserakahan kita untuk seolah merasakan sendiri penderitaan dari setan kelaparan.

(3) Sehubungan dengan pengalaman sendiri akan kebodohan, kebingungan dan ketidaktahuan, renungkan penderitaan di alam binatang.

Tanpa perlu dikatakan, seekor binatang tidak dapat membuat rencana untuk masa depan; dia bahkan tidak mampu mengantisipasi bahaya yang datang seketika. Walaupun kita pikir, kita cerdas, tetapi seringkali kita tidak dapat mengatur maupun menghindari banyak situasi. Terkadang kita mencari masalah untuk diri kita sendiri. Ini adalah kebodohan. Melalui pengalaman akan kebodohan kita sendiiri, kita bisa memahami penderitaan binatang.
Inilah mungkin mengapa Buddha berkata,”Ketidaktahuan adalah penderitaan.” ( H.H.Karmapa bercanda dalam bahasa mandarin : “Tidak bisa mandarin juga adalah sebuah penderitaan.”)

3 alam rendah

3 macam karma buruk yaitu 1.kaya kamma :membunuh,mencuri,asusila,minum minuman
keras. 2. Vaci kamma: bicara tidak benar,bicara kasar,omong kosong,fitnah.
3.Mano kamma :abijjha (ingin barang milik orang kain untuk dirinya dgn melanggar
sila dan dhamma, Byapada (berpikir ingin mencelakakan orang lain), micchaditthi
(pandangan salah:berdana tdk ada hasilnya,neraka tdk ada.sorga tdk ada,dll
).

menyedihkan

sungguh menyedihkan jika nanti dhamma tidak dikenal lagi sama kita pasti Sang Buddha akan merasa sedih jadi aku ingin selalu memajukan dhamma Sang Buddha karena dhamma itu dulu sangat sulit dicari masa sekarang begitu saja dihilangkan kan sangat sayang sekali jika dihilangkan so majukan dhamma sekarang juga untuk membuat cucu kita mengerti dhamma

gan en de xin

Hati yang Penuh Syukur

Sumber : Internet
Alkisah, di sebuah senja kelabu di pinggiran kota kecil Taiwan, tampak seorang laki-laki sedang berjalan pulang ke rumah dari tempat kerjanya sebagai supir taksi. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada gerakan rumput dan suara gemerisik di sela-sela bebatuan di tepi jalan.
Segera, dihampiri dengan perasaan sedikit was was. Seketika, matanya terbelalak kaget melihat bungkusan berisi bayi merah yang tergeletak di situ. Setelah melihat di sekeliling tempat itu yang tampak sepi-sepi saja, segera diangkat bungkusan bayi itu dengan hati-hari dan dengan tergopoh-gopoh dibawa pulang ke rumahnya.
Setelah terkaget-kaget mendengar cerita dan melihat temuan suaminya, si istri segera mengambil alih menggendong si bayi dengan perasaan sayang. Mereka adalah sepasang suami istri, yang telah lama mendambakan kehadiran anak di tengah keluarga. Bayi yang masih merah itu menjadi buah kamma baik yang sangat manis untuk keluarga mereka.
Waktu terus berjalan. Selang kira-kira usia dua tahun, karena merasa ada yang janggal dengan kemampuan berbicara dan reaksi pendengarannya yang sangat lambat, kedua orangtua itu membawa anaknya ke rumah sakit. Kecurigaan mereka pun terjawab, anak tersebut memang cacat sejak lahir, yaitu bisu tuli. Walaupun sempat terpukul sesaat, namun perasaan sayang yang telah terpupuk selama ini, membuat mereka memutuskan untuk tetap memelihara dan membesarkan si kecil yang sedang lucu-lucunya.
Tahun pun dengan cepat berganti. Walaupun cacat, si gadis kecil adalah anak yang cerdas dan mendapat pendidikan yang baik di sekolah luarbiasa hingga mampu lulus SMA. Setelah lulus, melalui tes dia diterima masuk untuk bidang seni di perguruan tinggi kota besar.
Perasaan gembira dan sedih pun silih berganti. Gembira karena diterimanya si anak ke universitas terkenal, sedih harus berpisah jauh dan dibutuhkan biaya yang besar untuk itu.
Demi mewujudkan impian anaknya, kedua orangtua itu bertekad untuk berhemat dan bekerja mati-matian. Sejak saat itu, si ayah bekerja sangat keras, hampir setiap hari pulang ke rumah hingga larut malam.
Namun… hidup memang sering tidak sesuai dengan rencana manusia. Di saat kuliah memasuki tahun ke-2, suatu malam si ayah pergi dan tidak pernah kembali. Taksi yang dikendarainya bertabrakan dan nyawanya tidak terselamatkan.
Si anak tahu, betapa berat beban biaya yang harus dipikul ibunya dan dia memutuskan untuk berhenti kuliah, pulang dan bekerja serta menemani ibunya di rumah.
Mengetahui itu, si ibu sangat tersentuh dengan pengertian anaknya. Tetapi, ia menegaskan,  “Ibu tahu kesedihanmu, Nak. Ibu juga sangat kehilangan ayahmu. Tetapi kamu tidak boleh berhenti kuliah. Belajarlah yang benar! Selesaikan kuliahmu secepatnya dan ibu tunggu kepulanganmu dengan ijazah di tangan. Dan setiap bulan, ibu akan berusaha mengirimkan uang untuk biaya mu di sana. Ingat, jangan berpikir pulang sebelum kuliahmu selesai. Jika kamu gagal, ibu dan ayahmu di alam sana pasti kecewa karena kerja keras dan pengorbanan kami selama ini akan sia-sia.”
Waktu terus berjalan. Selesai wisuda, dengan bangga dan kegembiraan yang meluap serta kerinduan yang sangat, si anak segera pulang ke desanya.
Setiba di rumah, dia mengetuk berulangkali pintu rumahnya yang tertutup rapat. Dan sungguh tidak pernah diduga sama sekali, pertemuan dengan tetangganya ternyata membuat hatinya lumpuh seketika.
“Nak, ibumu setahun lalu telah meninggal dunia. Maafkan kami tidak memberitahu karena ibumu meminta kami bersumpah untuk merahasiakannya. Semua sisa uang tabungan ibumu dititipkan ke kami untuk dikirimkan kepadamu setiap bulan dan dia pun meminta kami membalaskan surat-suratmu. Masih ada satu rahasia besar yang sebenarnya ayah ibumu sembunyikan darimu. Bahwa kamu sesungguhnya bukan anak kandung mereka. Walaupun kamu cacat dari bayi, mereka tidak peduli. Mereka tetap menyayangimu melebihi anak kandung sendiri.”
Mendengar semua cerita tentang dirinya, duka yang mendalam tidak mampu diwujudkan dalam teriakan histeris. Hanya derasnya airmata yang mengalir tak terbendung.
Di depan makam kedua orangtuanya, sambil bersimbah air mata, si gadis bersujud dan mendoakan kebahagiaan orangtuanya.
Dan, demi mengenang dan mencurahkan rasa syukur yang besar atas kasih sayang dan pengorbanan kedua orangtuanya, lahirlah sebuah puisi yang sangat menyentuh, berjudul :

Gan En De Xin
(Hati yang Penuh Syukur)

Terjemahan bebas isi puisi tersebut selengkapnya adalah :
Aku datang secara kebetulan seperti sebutir debu
Siapa yang mengetahui… saat aku begitu lemah
Entah dari mana aku datang… dan di manakah cintaku berada
Siapa… yang akan menyapaku di kemudian hari
Walaupun dunia ini begitu luas
Tetapi perjalanan ini begitu berat untuk dilalui
Begitu banyak penderitaann terasa mendera
Berapa banyak cinta… yang masih kumiliki
Berapa banyak tetes air mata yg masih kupunyai
Biarkanlah Tuhan mengetahui …Aku tak akan pernah mengaku kalah
Aku bersyukur ada engkau Ibu yg menemaniku sepanjang hidup ku
Hingga membuat ku mampu menjadi diri sendiri
Aku bersyukur … aku berterima kasih pada keadaan ku ini
Dalam duka dan bahagia aku tetap bersyukur
___________________
Akhirnya isi puisi ini dijadikan sebuah lagu dan dinyanyikan oleh penyanyi terkenal OW YANG FEI FEI
Lagu ini kerap menjadi theme song untuk pengambilan dana sosial…dan disumbangkan kepada yang membutuhkan..
Karena sejatinya setiap insan wajib bersyukur atas segala kamma baik yang dialaminya
Dan wujud syukur patut disalurkan kepada mereka yg sedang kurang beruntung..
Semoga kisah ini bisa mengilhami kita untuk senantiasa bersyukur atas hidup yang sedang kita jalani…
Apapun kesedihan dan penderitaan yang sedang kita alami..
MARILAH SELALU BERSYUKUR !!!
Hanya orang yang mampu bersyukur adalah orang yang kaya dalam arti kata sebenarnya…
Berikut ini lagu Gan En De Xin yang dinyanyikan oleh Ow Yang Fei Fei dalam salah satu acara penggalangan dana untuk korban bencana alam.

Jumat, 23 Maret 2012

my temple pmvbb vihara buddhasena bogor

minggu ini akan ada pemilihan calon ketua pmvbb yang baru harap pada datang yah plis saya menunggu kedatangannya

keagamaan

Pemasuk arus

Tahap pertama adalah Sotapanna (dalam bahasa Pali) (Sanskerta: Srotāpanna), yang secara harafiah berarti "ia yang masuk (āpadyate) arus (sotas)," dengan pengertian arus yakni Jalan Utama Berunsur Delapan yang merupakan Dhamma tertinggi. Pemasuk arus juga dikatakan memiliki "Mata Dhamma" (Pali:dhammacakkhu ;Sanskerta: dharmacakṣus).
Seorang pemasuk arus dijamin meraih pencerahan setelah tidak lebih dari tujuh kali kelahiran kembali, atau mungkin kurang. Pemasuk arus juga dapat berkeyakinan bahwa ia tidak akan terlahir dalam keadaan atau kelahiran (sebagai binatang, preta, atau di neraka). Ia hanya dapat dilahirkan kembali sebagai manusia atau di surga.
Seorang pemasuk arus harus mencapai pemahaman penuh akan doktrin Buddhis (Pali:sammādiṭṭhi; Sanskerta:samyagdṛṣṭi, "pandangan benar"), memiliki keyakinan sempurna atau Saddha dalam Tiga Mustika akan Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan memiliki kelakuan moral yang baik (Sila).